Senin, 31 Desember 2012

Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Menurut para ahli ,pajak :
  1.  Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
  2. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
  3. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Fungsi Pajak


  • Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
  • Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
  • Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
  • Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat .

Jenis-Jenis Pajak


Pajak Negara

Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari:
  • Pajak Penghasilan
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
  • Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
  • Bea Materai
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
  • Bea Masuk
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
  • Cukai
UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai


Pajak Daerah
Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
  • Pajak Provinsi terdiri dari:
  1. Pajak Kendaraan Bermotor;
  2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
  3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
  4. Pajak Air Permukaan; dan
  5. Pajak Rokok.

  • Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
  1. Pajak Hotel;
  2. Pajak Restoran;
  3. Pajak Hiburan;
  4. Pajak Reklame;
  5. Pajak Penerangan Jalan;
  6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
  7. Pajak Parkir;
  8. Pajak Air Tanah;
  9. Pajak Sarang Burung Walet;
  10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
  11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Penerimaan Pajak Indonesia


  • Berdasarkan wujudnya, pajak dibedakan menjadi:
  1. Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.
  2. Pajak tidak langsung adalah pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan sebagainya.

  • Berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi:
  1. Pajak pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroan terbatas/unit lain.
  2. Pajak penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan barang/jasa yang dikenakan kepada pembeli.
  3. Pajak badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan sebagainya.

  • Pajak berdasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi:
  1. Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan daerah sendiri.
  2. Pajak perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan/badan usaha lain yang modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.
  3. Pajak siluman adalah pungutan secara tidak resmi/pajak gelap dan merupakan sumber korupsi.
  4. Pajak transit adalah pajak yang dipungut di tempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain.

Jumat, 07 Desember 2012

PPN


PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 10/PMK.011/2008 TANGGAL 4 FEBRUARI 2008
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN GANDUM DAN TEPUNG GANDUM/TERIGU



MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka menstabilkan harga pangan pokok berupa gandum dan tepung gandum/terigu yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat, perlu ditempuh kebijakan berupa Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah atas impor dan/atau penyerahan gandum dan tepung gandum/terigu;
b.         bahwa untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dianggarkan subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 dan perubahannya;
c.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor dan/atau Penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2.         Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3.         Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4778);
4.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN GANDUM DAN TEPUNG GANDUM/TERIGU.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dibayar oleh Pemerintah dengan pagu anggaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2008.

Pasal 2
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas impor dan/atau penyerahan dalam negeri gandum (Pos Tarif 1001.10.00.00) dan tepung gandum/terigu (Pos Tarif 1101.00.10.00) oleh Pengusaha Kena Pajak ditanggung Pemerintah.

Pasal 3
(1)        Permohonan untuk mendapatkan Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah atas impor gandum dan tepung gandum/terigu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(2)        Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya membubuhkan cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK-10/PMK.011/2008" pada Surat Setoran Pajak.
(3)        Direktur Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan Daftar Jumlah Pajak Ditanggung Pemerintah setiap triwulan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya triwulan.

Pasal 4
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan gandum dan tepung gandum/terigu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib membuat Faktur Pajak dengan membubuhkan cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 10/PMK.011/2008".

Pasal 5
Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan Direktur Jenderal Perbendaharaan diinstruksikan untuk melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 6
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) hari sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           4 Februari 2008

MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 14/PMK.011/2008 TANGGAL 4 FEBRUARI 2008
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG CURAH DI DALAM NEGERI



MENTERI KEUANGAN,

Menimbang:
a.         bahwa dalam rangka meringankan beban masyarakat perlu melanjutkan kebijakan stabilisasi harga minyak goreng;
b.         bahwa dalam rangka melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dianggarkan subsidi minyak goreng dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 dan perubahannya;
c.         bahwa dan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibayar oleh Pemerintah atas Penyerahan Minyak Goreng Curah Di Dalam Negeri;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2.         Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3.         Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4778);
4.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG CURAH DI DALAM NEGERI.

Pasal 1
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan minyak goreng curah di dalam negeri oleh Pengusaha Kena Pajak dibayar oleh Pemerintah.

Pasal 2
Minyak goreng curah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah minyak goreng sawit curah dan tidak bermerek.

Pasal 3
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan minyak goreng curah di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib membuat Faktur Pajak dengan membubuhkan cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 14/PMK.011/2008".

Pasal 4
Tata cara penatausahaan perpajakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 5
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.011/2007 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibayar oleh Pemerintah atas Penyerahan Minyak Goreng Curah di dalam Negeri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 6
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           4 Februari 2008

MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 15/PMK.011/2008 TANGGAL 4 FEBRUARI 2008
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG DALAM KEMASAN DI DALAM NEGERI



MENTERI KEUANGAN,


Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka stabilisasi harga minyak goreng dalam kemasan di dalam negeri perlu menetapkan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai dibayar oleh Pemerintah atas penyerahan minyak goreng dalam kemasan di dalam negeri;
b.         bahwa dalam rangka melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dianggarkan subsidi minyak goreng dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 dan perubahannya;
c.         bahwa dan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibayar oleh Pemerintah atas Penyerahan Minyak Goreng Dalam Kemasan di Dalam Negeri;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2.         Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3.         Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4778);
4.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG DALAM KEMASAN DI DALAM NEGERI.

Pasal 1
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan minyak goreng dalam kemasan di dalam negeri oleh Pengusaha Kena Pajak dibayar oleh Pemerintah.

Pasal 2
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan minyak goreng dalam kemasan di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib membuat Faktur Pajak dengan membubuhkan cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 15/PMK.011/2008".

Pasal 3
Tata cara penatausahaan perpajakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 4
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) hari sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           4 Februari 2008

MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 25/PMK.011/2008 TANGGAL 8 FEBRUARI 2008
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN DALAM NEGERI GANDUM POS TARIF 1001.90.19.00



MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka menstabilkan harga pangan pokok berupa gandum yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat, perlu ditempuh kebijakan berupa Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah atas impor dan/atau penyerahan dalam negeri gandum;
b.         bahwa untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dianggarkan subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 dan perubahannya,
c.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor dan/atau Penyerahan Dalam Negeri Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2.         Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3.         Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4778);
4.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

 MEMUTUSKAN:

Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN DALAM NEGERI GANDUM POS TARIF 1001.90.19.00.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dibayar oleh Pemerintah dengan pagu anggaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2008.

Pasal 2
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas impor dan/atau penyerahan dalam negeri gandum Pos Tarif 1001.90.19.00 oleh Pengusaha Kena Pajak ditanggung Pemerintah.

Pasal 3
(1)        Permohonan untuk mendapatkan Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah atas impor gandum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(2)        Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya membubuhkan cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK-25 /PMK.011/2008" pada Surat Setoran Pajak.
(3)        Direktur Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan Daftar Jumlah Pajak Ditanggung Pemerintah setiap triwulan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya triwulan.

Pasal 4
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan dalam negeri gandum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib membuat Faktur Pajak dengan membubuhkan cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 25/PMK.011/2008".

Pasal 5
Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan Direktur Jenderal Perbendaharaan diinstruksikan untuk melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 6
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           8 Februari 2008

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
SRI MULYANI INDRAWATI




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 29/PMK.011/2011 TANGGAL 28 PEBRUARI 2011
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG SAWIT CURAH DI DALAM NEGERI UNTUK TAHUN ANGGARAN 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa melalui surat Nomor 181/M-DAG/2/2011 tanggal 9 Februari 2011, Menteri Perdagangan menyampaikan kepada Menteri Keuangan bahwa berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Ketahanan Pangan pada tanggal 9 Februari 2011 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah diputuskan untuk memberikan fasilitas berupa Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah Tahun 2011 juga diperuntukkan bagi minyak goreng curah;
b.         bahwa dalam rangka mendukung stabilisasi harga pangan, atas penyerahan minyak goreng di dalam negeri perlu diberikan subsidi berupa Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah;
c.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Penyerahan Minyak Goreng Sawit Curah Di Dalam Negeri Untuk Tahun Anggaran 2011;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2.         Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3.         Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5167);
4.         Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
5.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2010 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG SAWIT CURAH DI DALAM NEGERI UNTUK TAHUN ANGGARAN 2011.

Pasal 1
(1)        Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan minyak goreng sawit curah di dalam negeri oleh Pengusaha Kena Pajak ditanggung Pemerintah.
(2)        Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan belanja subsidi pajak ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung Pemerintah.
(3)        Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan pagu anggaran sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 dan perubahannya.

Pasal 2
Minyak goreng sawit curah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah minyak goreng sawit curah dan tidak bermerek.

Pasal 3
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan minyak goreng sawit curah di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib membuat Faktur Pajak dengan membubuhkan cap “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 29/PMK.011/2011”.

Pasal 4
(1)        Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sebagai Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara menetapkan Direktur Jenderal Pajak selaku Kuasa Pengguna Anggaran untuk melaksanakan pembayaran subsidi pajak ditanggung Pemerintah.
(2)        Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan memerintahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sesuai tugasnya masing-masing untuk:
            a.         membuat Surat Permintaan Pembayaran atas realisasi belanja subsidi pajak ditanggung pemerintah;
            b.         membuat Surat Perintah Membayar; dan
            c.         menyampaikan Surat Perintah Membayar kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara, untuk mendapatkan Surat Perintah Pencairan Dana sebagai pelaksanaan pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk subsidi pajak ditanggung Pemerintah.

Pasal 5
Tata cara penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 6
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           28 Februari 2011

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Februari 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
            ttd
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 108




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 31/PMK.03/2008 TANGGAL 19 FEBRUARI 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS



MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2.         Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3.         Peraturan Pemerintah nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 24 TAHUN 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4199);
4.         Peraturan Pemerintah nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4083) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah nomor 31 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);
5.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
6.         Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Perolehan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2007;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan:
1.         Nomor 363/KMK.03/2002;
2.         Nomor 371/KMK.03/2003;
3.         Nomor 11/PMK.03/2007,
diubah sebagai berikut:
1.         Ketentuan Pasal 1 diubah dengan menambah 1 (satu) huruf pada angka 1 yakni huruf i dan menambah 2 (dua) angka yakni angka 5 dan angka 6, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.         Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah:
a.         barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b.         makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan;
c.         barang hasil pertanian;
d.         bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan;
e.         dihapus;
f.          dihapus;
g.         air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
h.         listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt; dan
i.          Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI).
2.         Barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
            a.         pertanian, perkebunan dan kehutanan;
            b.         peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
            c.         perikanan baik dari penangkapan atau budidaya;
            yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah nomor 7 TAHUN 2007.
3.         dihapus.
4.         dihapus.
5.         Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf i adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang' dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan:
            a.         luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
                        b.         harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah);
 c.        diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) per bulan dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d.         pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan
e.         merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindah tangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
6.         Termasuk dalam pengertian Rusunami adalah Rusunami sebagaimana dimaksud pada angka 5 yang diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:
a.         dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan
b.         rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.
2.         Ketentuan Pasal 4 diubah dengan menambah 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
            (1)        Atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, b, c, dan d dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
            (2)        Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g dan h dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
            (3)        Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang dilakukan oleh pengembang atau yang dilakukan oleh bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
3.         Ketentuan Pasal 5 ayat (6) diubah, dan diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
            (1)        Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
            (2)        Orang pribadi atau badan yang melakukan impor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, c, dan d, dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g dan h tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
            (2a)       Orang pribadi atau bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i, tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
            (3)        Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan dokumen impor dan/atau dokumen pembelian yang bersangkutan.
            (4)        Atas permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap.
            (5)        Atas Impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak diperlukan Surat Setoran Pajak.
            (6)        Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007" oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai."
4.         Ketentuan Pasal 6 ayat (3) diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
            (1)        Orang atau badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, wajib melaporkan usahanya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
            (2)        Menyimpang dari ketentuan pada ayat (1), terhadap orang atau badan yang semata-mata melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf g atau huruf h, tidak diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
            (3)        Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menerbitkan Faktur Pajak dan membubuhkan cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007.
5.         Diantara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 6A dan Pasal 6B, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6A
            (1)        Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diberikan kepada Orang pribadi yang wajib memiliki atau membuat:
                        a.         Surat keterangan dari pemberi kerja mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal pembeli adalah karyawan;
                        b.         Surat pernyataan mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal pembeli melakukan pekerjaan bebas; dan
                        c.         Surat pernyataan bahwa rumah tersebut adalah unit hunian pertama yang dimiliki dan digunakan sendiri sebagai tempat tinggal.
            (2)        Dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada bank pemberi Kredit Pemilikan Rumah pada saat mengajukan permohonan kredit pemilikan Rusunami.
Pasal 6B
            (1)        Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
            (2)        Jika pengembang atau bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
6.         Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
            (1)        Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak impor dan/atau perolehannya, maka Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan.
            (2)        Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang diserahkan kepada Orang pribadi, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak perolehannya, maka Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan.
            (3)        Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6, maka Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6.
            (4)        Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat tersebut.
            (5)        Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan."

Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Mei 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           19 Februari 2008

MENTERI KEUANGAN
            ttd
SRI MULYANI INDRAWATI




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 31/PMK.03/2011 TANGGAL 28 PEBRUARI 2011
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 36/PMK.03/2007 TENTANG BATASAN RUMAH SEDERHANA, RUMAH SANGAT SEDERHANA, RUMAH SUSUN SEDERHANA, PONDOK BORO, ASRAMA MAHASISWA DAN PELAJAR, SERTA PERUMAHAN LAINNYA, YANG ATAS PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan bantuan pembiayaan perumahan, Pemerintah telah memberikan kebijakan berupa bantuan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan;
b.         bahwa dengan meningkatnya harga tanah dan bangunan, pemberian fasilitas perpajakan atas rumah sederhana dan rumah sangat sederhana dengan dasar harga rumah menjadi tidak memadai lagi, sehingga perlu dilakukan penyesuaian batasan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang dapat diberikan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai;
c.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.         Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
3.         Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 262, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4064) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 38 TAHUN 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4302);
4.         Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
5.         Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu;
6.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2008;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 36/PMK.03/2007, TENTANG BATASAN RUMAH SEDERHANA, RUMAH SANGAT SEDERHANA, RUMAH SUSUN SEDERHANA, PONDOK BORO, ASRAMA MAHASISWA DAN PELAJAR, SERTA PERUMAHAN LAINNYA, YANG ATAS PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.

Pasal I
Mengubah ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2008, dengan mengubah ayat (1) dan menghapus ayat (2), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1)        Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah rumah yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang memenuhi ketentuan:
a.         luas bangunan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
b.         harga jual tidak melebihi Rp70.000.000,00(tujuh puluh juta rupiah); dan
c.         merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
(2)        Dihapus.

Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           28 Pebruari 2011

MENTERI KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Pebruari 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 110



PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 80/PMK.03/2008 TANGGAL 23 MEI 2008
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 36/PMK.03/2007 TENTANG BATASAN RUMAH SEDERHANA, RUMAH SANGAT SEDERHANA, RUMAH SUSUN SEDERHANA, PONDOK BORO, ASRAMA MAHASISWA DAN PELAJAR SERTA PERUMAHAN LAINNYA YANG ATAS PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI




MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
bahwa dalam rangka mendukung program Pemerintah untuk mewujudkan tersedianya perumahan yang terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah, berupa rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana untuk dimiliki dan untuk menyesuaikan perubahan batasan maksimum harga jual rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang diperbolehkan untuk dibeli melalui Kredit Pemilikan Rumah bersubsidi baik syariah maupun konvensional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
2.         Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 262, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4064) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 38 TAHUN 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4302);
3.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
4.         Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu;
5.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 36/PMK.03/2007 TENTANG BATASAN RUMAH SEDERHANA, RUMAH SANGAT SEDERHANA, RUMAH SUSUN SEDERHANA, PONDOK BORO, ASRAMA MAHASISWA DAN PELAJAR SERTA PERUMAHAN LAINNYA YANG ATAS PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.

Pasal I
Ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai diubah sebagai berikut:
Pasal 2
(1)        Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang perolehannya, secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang memenuhi ketentuan:
            a.         harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah); dan
            b.         merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
(2)        Termasuk Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang diserahkan kepada Bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:
            a.         harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah);
            b.         dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan
            c.         rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.

Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 April 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           23 Mei 2008

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
SRI MULYANI INDRAWATI



PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-3/PJ./2008 TANGGAL 8 FEBRUARI 2008
TENTANG
TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN GANDUM DAN TEPUNG GANDUM/TERIGU



DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang       :
bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan/atau Penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan/atau Penyerahan Dalam Negeri Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan/atau Penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;

Mengingat         :
1.         Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4740);
2.         Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3986);
3.         Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 24 TAHUN 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4199);
4.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan/atau Penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
5.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan/atau Penyerahan Dalam Negeri Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00
6.         Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN);
7.         Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, Dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN GANDUM DAN TEPUNG GANDUM/TERIGU.

Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1.         Gandum adalah Gandum yang termasuk dalam Pos Tarif 1001.10.00.00 dan/atau Pos Tarif 1001.90.19.00.
2.         Tepung Gandum/Terigu adalah tepung gandum/terigu yang termasuk dalam Pos Tarif 1101.00.10.00.
3.         Pengusaha Kena Pajak adalah importir atau produsen atau distributor atau agen atau pedagang pengecer yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, yang melakukan impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu.

Pasal 2
(1)        Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu oleh Pengusaha Kena Pajak ditanggung pemerintah.
(2)        Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas impor Gandum dan Tepung Gandum/Terigu yang ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipungut pada saat impor.
(3)        Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu yang ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat penyerahannya.

Pasal 3
(1)        Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) untuk impor Gandum dan Tepung Gandum/Terigu dibubuhi:
a.         cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 10/PMK.011/2008" untuk impor Gandum Pos Tarif 1001.10.00.00 dan untuk impor Tepung Gandum/Terigu Pos Tarif 1101.00.10.00;
b.         cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 25/PMK.011/2008" untuk impor Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00.
(2)        Pengusaha Kena Pajak wajib menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap transaksi penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu.
(3)        Penerbitan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan pada saat penyerahan.
(4)        Kode Transaksi pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu adalah 07.
(5)        Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhi:
a.         cap "PPN DIBAYAR OLEH PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 10/PMK.011/2008" untuk penyerahan Gandum Pos Tarif 1001.10.00.00 dan untuk penyerahan Tepung Gandum/Terigu Pos Tarif 1101.00.10.00;
b.         cap "PPN DIBAYAR OLEH PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 25/PMK.011/2008" untuk penyerahan Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00.

Pasal 4
(1)        Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilaporkan dalam SPT Masa PPN Formulir 1107 B pada butir II.
(2)        Faktur Pajak Standar atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu dilaporkan dalam SPT Masa PPN sesuai dengan tata cara pelaporan atas penyerahan yang PPN dan/atau PPn BM Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN.
(3)        Faktur Pajak Sederhana atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu dilaporkan dalam SPT Masa PPN Formulir 1107 A pada butir III dengan mengisikan nilai harga jual pada kolom DPP, sedangkan nilai PPN yang terutang pada kolom PPN tidak perlu diisi.

Pasal 5
(1)        Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan dan/atau menyerahkan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2)        Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak dapat dikreditkan.

Pasal 6
(1)        Dalam hal SPT Masa PPN yang dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak menunjukkan lebih bayar maka atas PPN lebih bayar tersebut dapat dimintakan Pengembalian oleh Pengusaha Kena Pajak.
(2)        Tata cara penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pasal 7
(1)        Pengusaha Kena Pajak importir diwajibkan membuat daftar rincian Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) atas impor yang Pajak Pertambahan Nilai-nya ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dengan menggunakan format laporan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)        Pengusaha Kena Pajak diwajibkan membuat daftar rincian Faktur Pajak yang diterbitkan atas penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilai-nya ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dengan menggunakan format laporan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)        Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan daftar rincian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau (2) sebagai lampiran kelengkapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN.
(4)        Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyampaikan SPT Masa PPN dengan cara elektronik melalui e-filing maka lampiran daftar rincian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) wajib disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) bersamaan dengan penyampaian Induk SPT-nya.
(5)        Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk media elektronik maka daftar rincian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) wajib disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy) bersamaan dengan penyampaian SPT.

Pasal 8
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sesuai dengan masa berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.011/2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.011/2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           8 Februari 2008

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
            ttd
DARMIN NASUTION


Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor  : PER-3/PJ./2008
Tanggal            : 8 Februari 2008

DAFTAR RINCIAN PPN DITANGGUNG PEMERINTAH
ATAS IMPOR GANDUM DAN
TEPUNG GANDUM/TERIGU
Masa Pajak                   :
Nama PKP (Importir)      :
NPWP                          :
No
PPI
DPP (Rupiah)
PPN (Rupiah)
Keterangan

Nomor
Tanggal










































































































































































































Total Impor





            Lampiran II
            Peraturan Direktur Jenderal Pajak
            Nomor  : PER-3/PJ./2008
            Tanggal            : 8 Februari 2008

DAFTAR RINCIAN PPN DITANGGUNG/DIBAYAR PEMERINTAH
ATAS PENYERAHAN GANDUM DAN
TEPUNG GANDUM/TERIGU
Masa Pajak       :
Nama PKP        :
NPWP              :
No
Nama Pembeli
NPWP Pembeli
Faktur Pajak
DPP (Rupiah)
PPN (Rupiah)
Keterangan



Kode dan Nomor Seri
Tanggal



































































































































































































































































I
Total penyerahan dengan FP Standar


II
Total Penyerahan dengan FP Sederhana


III
 Total Penyerahan (I + II)







SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-05/PJ./2008 TANGGAL 6 FEBRUARI 2008
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-2/PJ./2008 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG DI DALAM NEGERI




Bersama ini disampaikan salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ./2008 tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibayar Oleh Pemerintah Atas Penyerahan Minyak Goreng di Dalam Negeri. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:
1.         Minyak Goreng adalah:
a.         Minyak Goreng Sawit Curah Tidak Bermerek;
b.         Minyak Goreng Kelapa/Sawit Dalam Kemasan.
2.         Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah produsen atau distributor atau agen atau pedagang pengecer yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, yang melakukan penyerahan Minyak Goreng.
3.         Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP dibayar oleh pemerintah.
4.         Ketentuan dan tata cara pengisian Faktur Pajak atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP adalah sebagai berikut:
4.1.                   PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak atas setiap penyerahan Minyak Goreng;
4.2.                   Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat penyerahan dilakukan;
4.3.                   Kode Transaksi pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar atas penyerahan Minyak Goreng adalah dengan menggunakan Kode Transaksi 07 dipersamakan dengan penyerahan yang PPN dan atau PPn BM Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN;
4.4.       Faktur Pajak yang diterbitkan harus dibubuhi :
a.         cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 14/PMK.011/2008" untuk penyerahan Minyak Goreng Sawit Curah Tidak Bermerek;
            b.         cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 15/PMK.011/2008" untuk penyerahan Minyak Goreng Kelapa/Sawit Dalam Kemasan.
5.         Ketentuan dan tata cara pelaporan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP adalah sebagai berikut:
5.1.                   PKP melaporkan Faktur Pajak Standar atas penyerahan Minyak Goreng dalam SPT Masa PPN sesuai dengan tata cara pelaporan untuk Kode Transaksi 07;
5.2.       PKP wajib melaporkan Faktur Pajak sederhana atas penyerahan Minyak Goreng dalam SPT Masa PPN Formulir 1107A pada butir III (Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak Sederhana) dengan mengisi nilai harga jual pada kolom DPP dan PPN yang terutang pada kolom PPN (Rupiah) tidak perlu diisi;
5.3.       PKP wajib membuat daftar rincian Faktur Pajak yang diterbitkan atas penyerahan Minyak Goreng dengan menggunakan format laporan sebagaimana ditetapkan;
5.4.                   PKP wajib melaporkan daftar rincian sebagaimana dimaksud pada butir 5.3 sebagai lampiran kelengkapan SPT Masa PPN;
5.5.                   Daftar rincian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 5.3 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN.
6.         PPN yang dibayar oleh PKP atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan dan/atau menyerahkan Minyak Goreng merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7.         PPN yang dibayar oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada butir 3 tidak dapat dikreditkan.
8.         Dalam hal SPT Masa PPN yang dilaporkan oleh PKP menunjukkan lebih bayar maka atas PPN lebih bayar tersebut dapat dimintakan pengembalian oleh PKP. Tata cara permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
9.         Untuk kepentingan perhitungan dan pengawasan pelaksanaan PPN yang dibayar oleh pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP dan dalam rangka memberikan pelayanan terhadap PKP maka diminta:
9.1.       Kepala KPP untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.         Mengawasi pelaporan SPT Masa PPN dan daftar rincian PPN yang dibayar oleh pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng;
b.         Membuat daftar rincian PKP sebagaimana dimaksud pada butir 2 (dua), dengan membagi dalam dua kelompok yakni kelompok produsen/pabrikan dan distributor/pengecer Minyak Goreng;
c.         Mengkompilasi daftar rincian PPN yang dibayar oleh Pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng dan mengirimkan ke Kepala Kantor Wilayah DJP masing-masing paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT Masa PPN dengan menggunakan format laporan pada lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
             d.         Menyelesaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN oleh PKP sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku
9.2.       Kepala Kantor Wilayah DJP untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.         Mengawasi dan mengkoordinir KPP pada wilayah kerja masing-masing dalam pelaksanaan PPN dibayar Pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng;
                         b.         Mengkompilasi laporan dari KPP dan mengirimkan laporan kompilasi kepada Direktur Jenderal Pajak u/p Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa PPN dengan menggunakan format laporan pada lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
9.3.                   Laporan Kompilasi sebagaimana tersebut pada butir 9.2 huruf b agar disampaikan tepat waktu mengingat data tersebut akan digunakan sebagai dasar perhitungan DJP untuk mengajukan tagihan atas PPN yang dibayar oleh pemerintah.
Dengan terbitnya Surat Edaran ini, maka penegasan yang diberikan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-41/PJ./2007 tanggal 25 September 2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-sebaiknya.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           06 Februari 2008

DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
DARMIN NASUTION




SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-6/PJ./2008 TANGGAL 8 FEBRUARI 2008
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-3/PJ./2008 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN GANDUM DAN TEPUNG GANDUM/TERIGU



Bersama ini disampaikan salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-3/PJ./2008 tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan/atau Penyerahan Gandum Dan Tepung Gandum/Terigu. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:
1.         Gandum adalah gandum yang termasuk dalam Pos Tarif 1001.10.00.00 dan/atau Pos Tarif 1001.90.19.00. Tepung Gandum/Terigu adalah tepung gandum/terigu yang termasuk dalam Pos Tarif 1101.00.10.00
2.         Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah importir atau produsen atau distributor atau agen atau pedagang pengecer yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, yang melakukan impor dan/atau penyerahan gandum dan tepung gandum/terigu.
3.         Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu oleh PKP ditanggung pemerintah.
4.         Untuk Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) atas impor dan/atau Faktur Pajak atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu oleh PKP diatur sebagai berikut:
4.1.       Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) atas impor Gandum dan Tepung Gandum/Terigu yang Pajak Pertambahan Nilai-nya ditanggung Pemerintah harus dibubuhi:
-           cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 10/PMK.011/2008" untuk impor Gandum Pos Tarif 1001.10.00.00 dan untuk impor Tepung Gandum/Terigu Pos Tarif 1101.00.10.00;
-           cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 25/PMK.011/2008" untuk impor Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00
4.2.       PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak atas setiap penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
4.3.       Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat penyerahan dilakukan;
4.4.       Kode Transaksi pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu adalah dengan menggunakan Kode Transaksi 07 dipersamakan dengan penyerahan yang PPN dan atau PPn BM Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN;
4.5.       Faktur Pajak yang diterbitkan atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu yang Pajak Pertambahan Nilai-nya ditanggung Pemerintah harus dibubuhi:
-           cap "PPN DIBAYAR OLEH PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 10/PMK.011/2008" untuk penyerahan Gandum Pos Tarif 1001.10.00.00 dan untuk penyerahan Tepung Gandum/Terigu Pos Tarif 1101.00.10.00;
-           cap "PPN DIBAYAR OLEH PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 25/PMK.011/2008" untuk penyerahan Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00.
5.         Ketentuan dan tata cara pelaporan Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) dan Faktur Pajak pada SPT Masa PPN atas impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu oleh PKP adalah sebagai berikut:
5.1.       PKP melaporkan Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) pada SPT Masa PPN Formulir 1107B, butir II;
5.2.       PKP melaporkan Faktur Pajak Standar atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu pada SPT Masa PPN sesuai dengan tata cara pelaporan untuk Kode Transaksi 07;
5.3.       PKP wajib melaporkan Faktur Pajak Sederhana atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu pada SPT Masa PPN Formulir 1107A, butir III (Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak Sederhana) dengan mengisi nilai harga jual pada kolom DPP dan PPN yang terutang pada kolom PPN (Rupiah) tidak perlu diisi;
5.4.       PKP importir wajib membuat daftar rincian Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) atas impor yang Pajak Pertambahan Nilai-nya ditanggung Pemerintah dengan menggunakan format laporan sebagaimana ditetapkan;
5.5.       PKP wajib membuat daftar rincian Faktur Pajak yang diterbitkan atas penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilai-nya ditanggung Pemerintah dengan menggunakan format laporan sebagaimana ditetapkan;
5.6.       PKP wajib melaporkan daftar rincian sebagaimana dimaksud pada butir 5.4 sebagai lampiran kelengkapan SPT Masa PPN;
5.7.       Daftar rincian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 5.5 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN.
6.         PPN yang dibayar oleh PKP atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan dan/atau menyerahkan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7.         PPN yang ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada butir 3 tidak dapat dikreditkan.
8.         Dalam hal SPT Masa PPN yang dilaporkan oleh PKP menunjukkan lebih bayar maka atas PPN lebih bayar tersebut dapat dimintakan pengembalian oleh PKP. Tata cara permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
9.         Untuk kepentingan perhitungan dan pengawasan pelaksanaan PPN yang ditanggung Pemerintah atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu oleh PKP dan dalam rangka memberikan pelayanan terhadap PKP maka diminta:
9.1.       Kepala KPP untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.         Mengawasi pelaporan SPT Masa PPN dan daftar rincian PPN yang ditanggung pemerintah atas impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
b.         Membuat daftar rincian PKP sebagaimana dimaksud pada butir 1 (satu), dengan membagi dalam dua kelompok yakni impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
c.         Mengkompilasi daftar rincian PPN yang ditanggung pemerintah atas impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu dan mengirimkan ke Kepala Kantor Wilayah DJP masing-masing paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT Masa PPN dengan menggunakan format laporan pada lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
d.         Menyelesaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN oleh PKP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9.2.       Kepala Kantor Wilayah DJP untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.         Mengawasi dan mengkoordinir KPP pada wilayah kerja masing-masing dalam pelaksanaan PPN ditanggung pemerintah atas impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
b.         Mengkompilasi laporan dari KPP dan mengirimkan laporan kompilasi kepada Direktur Jenderal Pajak u/p Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa PPN dengan menggunakan format laporan pada lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini
9.3.       Laporan kompilasi sebagaimana tersebut pada butir 9.2 huruf b agar disampaikan tepat waktu mengingat data tersebut akan digunakan sebagai dasar perhitungan DJP untuk mengajukan tagihan atas PPN yang ditanggung pemerintah.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           8 Februari 2008

DIREKTUR JENDERAL
            ttd
DARMIN NASUTION




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-47/PJ/2009 TANGGAL 27 APRIL 2009
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN PEMERINTAH nomor 28 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA KEBANDARUDARAAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA NIAGA UNTUK PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA YANG MELAKUKAN PENERBANGAN LUAR NEGERI

Sehubungan dengan telah ditetapkan dan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kebandarudaraan Tertentu kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga untuk Pengoperasian Pesawat Udara yang Melakukan Penerbangan Luar Negeri, dengan ini disampaikan fotokopi Peraturan Pemerintah dimaksud. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
1.         Atas jasa kebandarudaraan tertentu berupa:
            a.         pelayanan jasa penerbangan;
            b.         pelayanan jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara;
            c.         pelayanan jasa konter;
            d.         pelayanan jasa garbarata (aviobridge); dan/atau
            e.         pelayanan jasa bongkar muat penumpang, kargo, dan/atau pos.
            yang diserahkan oleh penyelenggara bandar udara kepada perusahaan angkutan udara niaga nasional maupun asing yang melakukan kegiatan penerbangan luar negeri dibebaskan dari pengenaan PPN.
2.      Pembebasan dari pengenaan PPN tersebut diberikan dengan syarat bahwa pesawat yang melakukan penerbangan luar negeri tersebut tidak mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dalam negeri dari satu bandar udara ke bandar udara lainnya di Indonesia. Khusus untuk pesawat yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga asing, disamping syarat tersebut juga disyaratkan adanya asas timbal balik, yaitu negara dimana perusahaan angkutan udara niaga asing yang bersangkutan berkedudukan juga memberikan perlakuan perpajakan yang sama terhadap pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional yang melakukan penerbangan luar negeri di negara tersebut.
3.      Apabila syarat pada butir 2 tidak terpenuhi maka PPN yang terutang atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu tersebut wajib dibayar paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal tidak terpenuhinya syarat dimaksud, dimana apabila PPN yang terutang tidak dibayar dalam jangka waktu tersebut maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak terkait menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar untuk menagih pokok pajak dimaksud beserta sanksi administrasinya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
4.      Atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN tetap wajib diterbitkan Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan, namun pada Faktur Pajaknya diberi cap atau keterangan yang bertuliskan “PPN dibebaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009”.
5.      Peraturan Pemerintah tersebut mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu tanggal 24 Maret 2009.
Demikian untuk dimaklumi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara masing-masing.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           27 April 2009

DIREKTUR JENDERAL,
            ttd
DARMIN NASUTION




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-86/PJ/2009 TANGGAL 7 SEPTEMBER 2009
TENTANG
PENJELASAN MENGENAI PPN ATAS IMPOR/PENYERAHAN KAPAL TONGKANG

Sehubungan dengan masih adanya pertanyaan Wajib Pajak mengenai apakah PPN atas impor/penyerahan kapal tongkang termasuk yang dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003, dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut:
1.         Bahwa berdasarkan penjelasan pasal 16B ayat (1) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, menjelaskan antara lain bahwa dalam rangka mendorong pengembangan armada nasional dibidang angkutan darat, air, dan udara dapat diberikan kemudahan dibidang perpajakan secara terbatas berupa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak dengan Peraturan Pemerintah.
2.         Berdasarkan Pasal 1 angka 36 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, diatur bahwa Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
3.         Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003, jo Pasal 1 angka 1 huruf e dan Pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu menetapkan bahwa impor kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang dilakukan dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusaahaan Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
4.         Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003, jo Pasal 1 angka 1 huruf e dan Pasal 6 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu menetapkan bahwa penyerahan kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
5.         Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, dengan ini ditegaskan bahwa:
            a.         atas impor kapal tongkang yang dilakukan dan digunakan oleh perusahaan Pelayaran Niaga Naisonal atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
            b.         atas penyerahan kapal tongkang kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
            sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           7 September 2009

DIREKTUR JENDERAL,
            ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO





SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-118/PJ/2009 TANGGAL 29 DESEMBER 2009
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN AIR BERSIH

Dalam rangka memberikan kejelasan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Air Bersih, dengan ini dijelaskan dan ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
1.         Dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai antara lain diatur:
a.         Pasal 4 huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
b.         Pasal 16B, bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak antara lain untuk penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu.
            Dalam penjelasan pasal ini selanjutnya dijelaskan bahwa kemudahan perpajakan yang diatur dalam pasal ini diberikan terbatas salah satunya untuk mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang-barang yang bersifat strategis setelah berkonsultasi dengan DPR.
2.         Sesuai Pasal 4A Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai juncto Peraturan Pemerintah nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, air bersih tidak termasuk barang yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, sehingga Air Bersih adalah Barang Kena Pajak.
3.         Peraturan Pemerintah nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, menetapkan bahwa:
a.         Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum adalah Barang Kena Pajak Yang Bersifat Strategis.
b.         Atas penyerahan air bersih tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
4.         Selanjutnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis juncto Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-539/PJ./2001 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Air Bersih oleh Perusahaan Air Minum, mengatur bahwa:
a.         Air bersih adalah air bersih yang belum siap untuk diminum yang dihasilkan dan diserahkan oleh Perusahaan Air Minum dengan cara dialirkan melalui pipa atau dengan cara lain seperti diserahkan melalui tangki air.
b.         Perusahaan Air Minum adalah Perusahaan Air Minum milik Pemerintah atau Swasta, baik merupakan kegiatan dari satu divisi atau seluruh divisi dari perusahaan tersebut yang dalam kegiatan usahanya menghasilkan dan melakukan penyerahan air bersih.
5.         Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dengan ini ditegaskan:
a.         Air bersih adalah Barang Kena Pajak, sehingga atas penyerahan air bersih oleh pengusaha di dalam daerah pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
b.         Pengusaha adalah Pengusaha Kena Pajak atau yang seharunya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
c.         Air bersih yang ditetapkan sebagai Barang Kena Pajak Yang Bersifat Strategis adalah air bersih yang memenuhi kriteria/syarat:
                        1)         air bersih yang belum siap untuk diminum;
                        2)         yang dihasilkan dan diserahkan oleh Perusahaan Air Minum;
                        3)         dengan cara dialirkan melalui pipa atau dengan cara lain seperti diserahkan melalui tangki air.
Kriteria/persyaratan tersebut bersifat kumulatif, sehingga apabila salah satu syarat tidak terpenuhi maka air bersih tersebut bukan merupakan Barang Kena Pajak Yang Bersifat Strategis.
d.         Perusahaan yang bidang usahanya bukan sebagai Perusahaan Air Minum, seperti Pengelola Kawasan Industri (Industrial Estate), maka perusahaan tersebut bukan merupakan Perusahaan Air Minum sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut di atas, sehingga air bersih yang dihasilkan dan diserahkan tidak termasuk dalam kriteria air bersih yang ditetapkan sebagai Barang Kena Pajak Yang Bersifat Strategis.
e.         Perusahaan Air Minum yang disamping melakukan penyerahan air bersih yang ditetapkan sebagai Barang Kena Pajak Yang Bersifat Strategis, juga melakukan penyerahan Barang dan/atau Jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka Perusahaan Air Minum tersebut waijb memungut PPN yang terutang dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           29 Desember 2009

DIREKTUR JENDERAL,
            ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-119/PJ/2010 TANGGAL 16 NOPEMBER 2010
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA ANGKUTAN UMUM DI JALAN

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa angkutan umum di jalan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa di Bidang Angkutan Umum di Darat dan di Air yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2006, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.         Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4A ayat (3) huruf j Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, bahwa jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
2.         Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa di Bidang Angkutan Umum di Darat dan di Air yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2006, bahwa yang dimaksud dengan Kendaraan Angkutan Umum adalah kendaraan motor yang dipergunakan untuk kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, dengan menggunakan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam.
3.         Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan butir 2, dengan ini ditegaskan bahwa penyerahan jasa Angkutan Umum di jalan dengan menggunakan Kendaraan Angkutan Umum tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sepanjang menggunakan kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam, termasuk penyerahan jasa Angkutan Umum di jalan dengan menggunakan Kendaraan Angkutan Umum yang bersifat charter atau sewa.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara masing-masing.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           16 November 2010

DIREKTUR JENDERAL,
            ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO